Makna Hari Raya Kupatan Bagi Warga Dukuhan Mlangsen Kabupaten Blora

Setiap hari raya kupat / Kupatan di desa Dukuhan Mlangsen Blora, masyarakat merayakannya dengan meriah dan ramai. Mereka berduyun-duyun membawa hidangan kupat dan sejenisnya untuk dibawa ke masjid Al-Yahya untuk dimakan secara bersama-sama. Setiap acara seperti ini, seoarang tokoh agama / kyai akan selalu memberika ceramah dengan menceritakan sejarah dan makna di balik hari raya kupatan. Berikut ini rangkuman makna kupat yang juga banyak diyakini oleh masyarakat luas di pulau jawa bahwa kupatan atau syawalan memiliki nilai dan pesan agama sbb:

Hidangan utama yang tersaji adalah kupat sehingga menjadikannya sumber penamaan dari tradisi Kupatan itu sendiri. Meski pada prakteknya, hidangan yang disajikan tidak hanya kupat tetapi juga lepet dan beberapa hidangan pelengkap yang lain, kupat dan lepet menjadi satu kesatuan yang dapat dipastikan selalu disajikan dalam hari Kupatan. Kedua jenis makanan tersebut adalah menu wajib yang akan ditemui dalam setiap hari Kupatan. Maksud dari kedua jenis makanan tersebut setidaknya menunjukkan 3 makna sbb:

Pertama: Makna kupat

Kupat atau ketupat dalam bahasa Indonesia, diambil dari bahasa Jawa “ngaku lepat” yang berarti mengakui kesalahan. Secara fisik, kupat adalah makanan berupa nasi putih yang di masak di dalam janur (daun kelapa yang masih muda) dengan bentuk anyaman segi empat. Dengan ketupat ini memberikan pesan filosofis bahwa setiap orang yang datang dalam acara Kupatan harus mengakui kesalahan masing-masing sekaligus memaafkan kesalahan yang diperbuat orang lain. Jadi adanya hidangan ketupat memberi pesan sosial bahwa Kupatan adalah momen untuk saling bermaaf-maafan dan ini menjadi perilaku yang diperintahkan oleh agama. Tidak heran di susana idul fitri, tradisi masyarakat muslim Jawa melakukan kegiatan saling mengunjungi dan silaturahim kepada sanak keluarga, khususnya anak kepada orang tua, mereka akan saling meminta maaf sebagai bentuk pengakuan seorang hamba yang lemah.

Kedua: makna lepet

Secara fisik makan, lepet merupakan varian dari ketupat yang terbuat dari ketan dan kelapa yang yang diberi tali melingkar di bagian luar dan agak memanjang seperti ikatan kain kafan orang mati. Lepet ini bagi masyarakat tidak hanya sekedar makanan yang biasa dimakan tanpa makna. Lepet diartikan dari bahasa jawa “mangga dipun silep kanti rapet” yang berarti bahwa tali identik dengan persaudaraan dimana semakin erat ikatannya maka semakin erat pula persaudaraannya. Di sisi lain, lepet memberikan pesan lanjutan dari kupat bahwasannya setelah ngaku lepat (mengakui kesalahan) dan meminta maaf, dianjurkan jangan mengulangi kesalahan lagi karena kesalahan yang lalu sudah dimaafkan dan ditutup sehingga ikatan persaudaraan semakin kuat yang diiabaratkan dengan lengketnya ketan di dalam lepet. Lepet juga dapat diartikan sebagai pengingat kematian dalam kehidupan dimana bentuk visual yang mirip dengan bentuk kain kafan orang yang meninggal menjadikan kita semua tidak boleh lupa bahwa hidup di dunia hanya sementara dimana harus disiapkan amal dan perbuatan baik ketika seseorang meninggal dunia.

Ketiga: makna janur
Selanjutnya mengenai bahan janur yang dipakai untuk membungkus kupat bermakna bahwa janur adalah singkatan dari Jatining Nur yang berarti cahaya hati, artinya jika seseorang mampu menjalankan ibadah puasa dengan sungguh-sungguh dan kekhusuan maka akan mendapatkan cahaya yang sebenarnya yaitu ia akan memperoleh fitrah, kesucian diri dari dosa yang ini juga dilambangkan dengan nasi putih terdapat di dalam kupat.

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *